Senin, 26 Desember 2016

peningkatan kemampuan berbahasa

peningkatan kemampuan berbahasa
Jasa (Penelitian Tindakan Kelas) Murah, Lengkap dan Profesional

 Cuma 350ribu sampai-500ribu. 

Hubungi Kami di 081222940294 (SMS/WA)

Pada umumnya tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan yang dimaksud adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendidikan bukan hanya berlaku selama bersekolah tetapi pendidikan itu berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di lingkungan keluarga, masyarakat serta di sekolah. Oleh karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan yang berlangsung di sekolah pada dasarnya untuk melatih, mendidik, membina agar peserta didik mampu berpikir. Melalui latihan berpikir inilah mereka memperoleh berbagai macam pengetahuan dalam memecahkan masalah yang timbul baik itu masalah yang terdapat di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Peningkatan mutu pendidikan anak didik bukan hanya memperoleh pengetahuan melalui pemberian masalah tetapi menemukan sendiri masalah. Hal ini merupakan suatu penghargaan bagi dirinya sehingga dapat menimbulkan kepuasan diri yang ditandai dengan terbentuknya rasa aman, mental sehat, terbuka, kreatif, dan sifat-sifat lain yang mendukung terbentuknya manusia seutuhnya.
Untuk mencapai mutu pendidikan utamanya pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah umum dilaksanakan berupa pembaharuan penyempurnaan dan kebijakan di bidang pendidikan.
Proses belajar mengajar akan terjadi interaksi timbal balik antara guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa itu sendiri. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh keberhasilan guru dalam mengajar. Dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah dasar pelajaran bahasa Indonesia di berikan mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang meliputi empat aspek yaitu berbicara, menyimak, mendengar dan menulis. Berbicara merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri di mana dan ke mana pun, berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua kehidupan. Albert dalam Tarigan, (1984 : 26).
Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati. Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pendidikan untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Seorang guru sudah barang tentu dituntut kemampuannya untuk menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran di SDN 4 Kotaraja. Pada pelajaran bahasa Indonesia hanya dilakukan dengan menyuruh murid berdiri di depan kelas untuk berbicara misalnya bercerita atau berpidato. Sedangkan siswa yang lain diminta mendengarkan. Akibatnya, pengajaran berbicara kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa tertekan sebab di samping harus menyiapkan bahan sering kali juga melontarkan kritik yang berlebih-lebihan sehingga siswa merasa kurang tertarik kecuali ketika mendapat gilirannya.
Dengan melihat kenyataan di lapangan, diduga kurangnya kemampuan siswa dalam berbicara/mengungkapkan perasaan disebabkan oleh penyajian guru dalam pembelajaran yang sebagian besar menggunakan metode ceramah, tanpa peragaan atau gerakan-gerakan dan ekspresi wajah yang sesuai.
Apabila hal di atas dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan dampak seperti menurunnya prestasi belajar siswa serta dirasakan sulit bagi siswa untuk berbicara/mengungkapkan perasaan dengan nada dan gerak serta mimik wajah yang sebenarnya. Untuk dapat mengatasi hal di atas, dipandang perlu adanya penggunaan metode yang bervariasi.
Penggunaan metode sosiodrama adalah cara tepat bagi siswa untuk belajar dan berlatih berbicara dengan mengungkapkan perasaan melalui gerakan-gerakan serta ekspresi wajah, sehingga kemampuan berbicara siswa lambat laun semakin meningkat. Metode yang ditempuh dalam pembelajaran berbicara melalui metode soiodrama akan lebih baik jika guru benar-benar tepat dan baik dalam membelajarkan metodenya. Sehingga dengan metode yang dilakukan dapat membuahkan hasil yang memuaskan oleh karena dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik dan termotivasi untuk mengangkat judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Indonesia Pada Aspek Berbicara Dengan Menggunakan Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas V SDN 4 Kotaraja Tahun Akademik 2012/2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru mengakibatkan siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran.
2. Sebagian besar murid tidak tertarik dengan metode pengajaran guru yang hanya mengandalkan ceramah di depan kelas.
3. Kemampuan berbicara siswa khususnya di kelas V SDN 4 Kotaraja masih dibilang rendah.
4. Rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia pada aspek berbicara dengan menggunakan metode soiodrama pada siswa kelas V SDN 4 Kotaraja Tahun Akademik 2012/2013.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni “Bagaimanakah dengan kemampuan berbahasa Indonesia pada aspek berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 4 Kotaraja Tahun Akademik 2012/2013?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mempunyai tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan metode soiodrama dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia pada aspek berbicara pada siswa kelas V SDN 4 Kotaraja Tahun Akademik 2012/2013?
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat praktis
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan landasan terkait didalam meningkatkan kemampuan berbicara serta sumbangsih nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam rangka penyelenggaraan proses pembelajaran efektif yang menekankan pada partisipasi aktif siswa sebagai warga belajar yang dilakukan dengan perencanaan matang, kelengkapan alat, bahan dan media pembelajaran yang digunakan, serta sarana dan prasarana belajar yang memadai.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan pembelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya, dan khususnya bagi proses pembelajaran di kelas V Sekolah Dasar. Lebih khusus bagi penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna:
a. Bagi Siswa
1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SDN 4 Kotaraja dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia pada aspek berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama.
2) Meningkatkan keterampialan berkomunikasi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia di kelas V SDN 4 Kotaraja.
3) Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 4 Kotaraja dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
b. Bagi Peneliti
1) Melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas.
2) Mengembangkan kompetensi guru dalam membuat perencanaan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil belajar siswa dengan menggunakan metode sosiodrama.
3) Memperoleh pengalaman tentang keterampilan praktik dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran terhadap materi pelajaran.
c. Bagi Sekolah
1) Diharapkan memberikan masukan yang positif untuk meningkatkan kualitas lulusan.
2) Kinerja guru menjadi lebih baik.
3) Memunculkan inovasi pembelajaran bahasa Indonesia sehingga pembelajaran lebih bermakna.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Konsep Berbicara
a. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan yang dilakukan oleh manusia. Tarigan (1983:15) menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Tarigan (1984:15) menyatakan bahwa berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, semantik, dan lingkungan sedemikian ekstensif secara luas sehingga dapat dikatakan sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Laksono (1982:25), bahwa berbicara atau bertutur adalah perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu keterampilan dasar dalam berbahasa. Berbicara adalah proses berpikir dan bernalar. Pembelajaran berbicara dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar. Pendapat lain mengemukakan, “Berbicara adalah keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan, dan keinginan pada orang lain” (Mukhsin dalam Carolina, 2001:18).
Sabarti dkk. (dalam Bukian, 2004:15) menyatakan, “Berbicara adalah peristiwa atau proses penyampaian gagasan secara lisan.” Sejalan dengan itu, Tarigan (1991:132) menegaskan, “Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasan lisan.”
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat ekspresif dan produktif lisan. Dikatakan produktif karena orang yang berbicara (pewicara) dituntut untuk menghasilkan paparan secara lisan yang merupakan cermin dari gagasan, perasaan, dan pikiran yang disampaikan kepada orang lain.
b. Hakikat Berbicara
“Berbicara pada hakikatnya merupakan proses komunikasi, sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain”. Zamzani dan Haryadi, (1996 : 54). Berbicara merupakan bentuk perilaku yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, semantik, dan linguistik. Pada saat berbicara orang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh lain seperti kepala, tangan, dan roman muka dimanfaatkan dalam berbicara. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Stabilitas emosi misalnya, tidak hanya berpengaruh pada kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap, tetapi berpengaruh juga terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Berbicara tidak lepas dari faktor neurologis yaitu jaringan syaraf neuron yang menghubungkan otak kecil dan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna serta faktor linguistik yang berhubungan dengan struktur bahasa yang selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan alat ucap kata-katanya harus disusun agar menjadi lebih bermakna. Zamzani dan Haryadi, (1996 : 56). Selanjutnya menurut Stewart dan Kenner Zimmer dalam Zamzani dan Haryadi, (1996 : 56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu maupun kelompok.
Berbicara merupakan hal mudah namun bukanlah hal sepele, akan tetapi berbicara dengan memperhatikan langkah-langkah berbicara itu yang dianggap mudah dan baik.
“Berbicara merupakan cara berkomunikasi bagi manusia sebagai makhluk sosial yaitu suatu tindakan saling menukar pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan dan mengekspresikannya”. Tarigan, (1984 : 67). Oleh karena itu dalam tindakan sosial suatu masyarakat dalam menghubungkan sesama anggota masyarakat tersebut diperlukan komunikasi. Pengajaran berbicara perlu memperhatikan dua faktor yang mendukung ke arah tercapainya pembicaraan yang efektif yaitu (1) faktor kebahasaan seperti ; (a). pelafalan bunyi bahasa, (b). penggunaan intonasi, (c). pemilihan kata dan ungkapan, (d). penyesuaian kalimat paragraf. Sementara faktor yang kedua yaitu faktor non kebahasaan meliputi ; (a). ketenangan dan kegairahan, (b). keterbukaan, (c). keintiman, (d). isyarat non verbal, dan (e). topik pembicaraan. Haryadi dan Zamzani, (1996 : 61).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kegiatan berkomunikasi secara lisan yang di dalamnya berisi penyampaian pesan dari sumbernya ke tempat lain dan kadang kala disertai gerak serta mimik (ekspresi) sesuai dengan apa yang dibicarakan oleh pembicara.
c. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
Linguis berkata bahwa “Speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yanf berkembang pada kehidupan anak yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara berkaitan dengan penguasaan kosakata yang diperoleh anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Ketidakmatangan merupakan kendala yang dihadapi dalam proses belajar berbahasa. Perlu kita sadari bahwa keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk berbicara efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif untuk terampil berbahasa (Greene & Petty, 1971 : 39-40).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, hubungan antara berbicara dengan keterampilan berbahasa lainnya, sebagai berikut:
1) Hubungan antara Berbicara dengan Menyimak
a) Ucapan (speech) biasanya diperoleh dari kemampuan menyimak dan meniru. Oleh karena itu contoh model yang disimak atau direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara.
b) Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh peransang (stimulus) yang mereka temui dan kata-kata berperan penting sebagai alat penyampaian gagasan dan keinginan sang anak.
c) Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup.
d) Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit ketimbang kalimat-kalimat yang biasa diucapkan.
e) Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f) Bunyi atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak.
g) Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya, sang anak mempergunakan bahasa yang didengarnya (Tarigan, 1980 : 1-2).
2) Hubungan antara Berbicara dengan Membaca
a) Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan.
b) Pola-pola ujaran yang tuna-aksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak-anak.
c) Membaca bagi anak-anak turut membantu meningkatkan bahasa lisan.
d) Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Seandainya muncul kata-kata baru dalam buku bacaan, maka guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya (Tarigan, 1980 : 4).
3) Hubungan antara Ekspresi Lisan dengan Ekspresi Tulis
a) Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis; dan kosakata, pola-pola kalimat, serta ide-ide yang memberi ciri pada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.
b) Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat menuliskan pengalaman dan pengetahuan baru yang didapatnya.
c) Ekspresi lisan cendrung kurang struktur, lebih sering berubah-ubah daripada komunikasi tulis.
d) Catatan, bagan, dan rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut. Mereka lebih banayak memerlukan latihan berbicara (Tarigan, 2008 : 6).
d. Karakteristik Berbicara
Jeffery (dalam Mas’ud, 2005:66-68) mengatakan bahwa berbicara memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Karakteristik berbicara tersebut adalah:
1) Berbicara bersifat purposif
Dengan pemahaman yang baik tentang karakteristik ini, pembicara diharapkan tahu pasti bahwa bercerita dilakukan seseorang dengan tujuan tertentu, misalnya (a) memberi tahu, (b) meyakinkan orang lain, (c) memengaruhi orang lain, (d) menghibur, (e) memberikan inspirasi, (f) mendamaikan atau melerai, dan sebagainya.
2) Berbicara bersifat interaktif
Pembicara sadar bahwa berbicara dilakukan karana ingin berhubungan dengan orang lain. Kita tiak perlu berbicara bila tidak ada lawan bicara (reicever).
3) Berbicara bersifat fana
Berbicara memiliki sifat mudah berubah, cepat berlalu dan hilang. Sekali kata-kata yang mengandung pesan tertentu diucapkan, sekali itu pula ia berlalu. Berbicara secara alami tidak bisa didengar ulang. Ini berarti bahwa pada detik pesan disampaikan dengan simbol-simbol fonetis, pada detik itu pula pendengar harus memahaminya. Hal ini menyarankan kepada pembicara agar memaksimalkan kecerdasannya alam berbicara, mulai dari persiapan hingga pelaksanaannya. Kecermatan dan ketepatan sangat diperlukan mulai dari ucapan, pemilihan kata, penyusunan kelompok kata, struktur kalimat, paraton sampai dengan persendian, tekanan, dan intonasinya.
4) Berbicara selalu terjadi pada bingkai tertentu
Berbicara tidak pernah terjadi dalam kepakuman. Berbicara selalu terjadi dalam tempat, waktu, situasi, dan kondisi tertentu. Berbicara yang efektif memperhitungkan dan menyesuaikan diri dengan waktu, tempat, situasi, dan kondisi. Tipe dan tindak komunikasinya sangat ditentukan oleh keempat faktor tersebut.
5) Berbicara diwarnai perbendaharaan pengalaman
Pengalaman membuktikan bahwa kita sering mengalami kesulitan melakukan komunikasi berbicara dengan orang yang memiliki latar pengalaman yang berbeda. Sebuah kata yang sama bisa ditafsirkan berbeda oleh kedua belah pihak yang sedang berkomunikasi karana mereka memiliki latar pengalaman dan kehidupan yang berbeda.
6) Berbicara alpa tanda baca
Dalam komunikasi tertulis, pemahaman dapat dibantu dengan penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan indentasi. Dalam komunikasi berbicara, hal itu tidak didapatkan. Oleh karena itu, ketepatan dan kejelasan ucapan, persendian, intonasi, dan gerak-gerik fisik merupakan faktor penting dalam rangka memahami pesan yang disampaikan.
7) Berbicara memiliki kosakata yang lebih terbatas dan distingtif
Pada umumnya, orang lebih banyak menangkap kosakata dari apa yang dibaca daripada yang didengarkan. Menyadari keadaan seperti ini, pembicara cenderung menyederhanakan kosakata yang dipakainya, baik secara kualitas maupun kuantitas.
2. Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Sejak lama telah diketahui bahwa tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah agar para siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik lisan maupun tertulis (Diknas, 2003:11). Hal ini terkait dengan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Dengan demikian, setiap warga negara dituntut untuk terampil berbahasa. Bila setiap warga negara sudah terampil berbahasa, komunikasi antarwarga pun akan berlangsung dengan baik.
Ilmu bahasa seperti layaknya ilmu pengetahuan lainnya, merupakan ilmu yang memiliki disiplin tersendiri dan diajarkan di sekolah-sekolah. Pengajaran bahasa secara umum dilaksanakan di sekolah-sekolah berkaitan dengan empat keterampilan berbahasa. Dalam pengajaran, keempat keterampilan berbahasa itu berhubungan erat satu sama lain. Keempat keterampilan itu meliputi: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu. Kaswanti Purwo mengemukakan bahwa “Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang lebih mementingkan penggunaan bahasa daripada pemilikan pengetahuan mengenai bahasa sebagai sistem yang melekat pada otak manusia.” Sementara Richard, dkk. (dalam Slamet, 2003:41) mengatakan bahwa pendekatan komunikatif merupakan pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang mengarahkan siswa tidak semata-mata kepada penguasaan struktur, tetapi justru lebih mengarahkan siswa kepada penguasaan kompetensi komunikatif, sehingga siswa dapat berkomunikasi dengan baik dan benar dalam berbagai peristiwa komunikasi secara efektif. Kompetensi komunikatif yang dimaksud adalah kemampuan menggunakan keseluruhan aspek komunikasi dalam konteks komunikasi nyata.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan komunikatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih menekankan kebermaknaan fungsi bahasa dalam arti lebih mementingkan penggunaan bahasa daripada pemilikan pengetahuan tentang bahasa untuk mencapai kelancaran komunikasi melalui pembelajaran komunikatif, yaitu pembelajaran yang lebih berfokus pada komponen komunikatif dengan melibatkan secara langsung para siswa ke dalam situasi bahasa yang pragmatis, otentik, dan fungsional atau situasi bahasa sebenarnya.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD (Sekolah Dasar) dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) yang terkait dengan keterampilan berbicara yaitu mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan, berdialog, menyampaikan pesan, mendeskripsikan, dan mendramakan (Diknas, 2003:32).

Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan ketiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang terakhir mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita membaca dan menulis. Dari keempat keterampilan tersebut diatas pada dasarnya merupakan satu kesatuan dan catur tunggal.
Setiap keterampilan itu erat pula berhubungan dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti melatih keterampilan berpikir.
Untuk mendapat keterampilan yang lebih jelas, maka berikut ini akan dibahas sepintas kilas hubungan antara keempat keterampilan itu.
  1. Menyimak dan Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung merupakan komunikasi tatap muka atau face to face cominication. (Brooks, 1964:134).
Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat ternyata dari hal-hal berikut ini:
1. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi), oleh karena itu model atau contoh yang disimak serta direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara.
2. Kata-kata yang akan dipakai serta kita pelajari biasanya ditentukan oleh pengarang (stimuli) yang ditemui, misalnya: kehidupan desa,kota dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasanya.
3.Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
4. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata.
5. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penagkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.
  1. Menyimak dan Membaca
Menyimak dan membaca mempunyai persamaan, kedua-duanya bersifat reseprif, bersifat menerima. Bedanya menyimak adalah menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari sumber tertulis. Dengan kata lain menyimak menerima informasi dari perkataan berbicara, sedangkan membaca menerima informasi dari kegiatan menulis.
Keterampilan menyimak juga merupakan faktor penting bagi keberhasilan seseorang dalam belajar membaca secara efektif. Penelitian para pakar atau para ahli telah memperlihatkan beberapa hubungan antara membaca dengan menyimak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar